TUGAS 3_Tubagus Iqrimal Ismail_1102200549
Tubagus Iqrimal Ismail-1102200549
TUGAS 3 SELT
1.Jelaskan peraturan-peraturan berkaitan dengan PLTS A!
Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM Dadan Kusdiana mengatakan, setidaknya ada tujuh poin penting dari revisi Permen ESDM tentang PLTS Atap ini. Berikut penjabarannya:
1. Ketentuan ekspor listrik Ketentuan ekspor listrik menjadi lebih besar dari yang mulanya 65% menjadi 100%. Menurutnya angka 65% yang saat ini berlaku dianggap tidak menarik bagi pelanggan. "Apa saja yang sebenarnya direvisi di dalam Permen tersebut, yang pertama adalah ketentuan ekspor dari 65% jadi 100%," paparnya dalam konferensi pers, Jumat (27/08/2021). Perlu diketahui, pada Pasal 6 Permen ESDM No.49 tahun 2018 diatur bahwa "Energi listrik pelanggan PLTS Atap yang diekspor dihitung berdasarkan nilai kWh ekspor yang tercatat pada meter kWh ekspor-impor dikali 65%." Adapun kWh ekspor ini adalah jumlah energi listrik yang disalurkan dari sistem instalasi pelanggan PLTS Atap ke sistem jaringan instalasi pelanggan PT PLN (Persero) yang tercatat pada meter kWh ekspor-impor. Ekspor listrik ini nantinya digunakan untuk perhitungan energi listrik pelanggan PLTS Atap dan bisa mengurangi tagihan listrik pelanggan setiap bulannya. Seperti tercantum pada Pasal 6 Permen ESDM No. 49/2018: (2) Perhitungan energi listrik Pelanggan PLTS Atap dilakukan setiap bulan berdasarkan selisih antara nilai kWh Impor dengan nilai kWh Ekspor. (3) Dalam hal jumlah energi listrik yang diekspor lebih besar dari jumlah energi listrik yang diimpor pada bulan berjalan, selisih lebih akan diakumulasikan dan diperhitungkan sebagai pengurang tagihan listrik bulan berikutnya.
2.Kelebihan "tabungan" listrik dinihilkan diperpanjang Dia mengatakan, dalam peraturan baru nantinya, ketentuan terkait akumulasi selisih tagihan dinihilkan diperpanjang dari yang mulanya tiga bulan menjadi enam bulan. "Spesifik 30 Juni dan 31 Desember per 30 Juni dinolkan dan per 31 Desember," paparnya. Perlu diketahui, pada Permen ESDM No.49/2018 ini pada Pasal 6 (4) dan (5) mengatur bahwa: (4) Selisih lebih yang diperhitungkan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diakumulasikan paling lama 3 bulan untuk perhitungan periode tagihan listrik bulan Januari sampai dengan Maret, April sampai dengan Juni, Juli sampai dengan September, atau Oktober sampai dengan Desember. (5) Dalam hal akumulasi selisih lebih sebagaimana dimaksud pada ayat (4) masih tersisa setelah perhitungan periode tagihan listrik bulan Maret, Juni, September atau bulan Desember tahun berjalan, selisih lebih dimaksud akan dinihilkan dan perhitungan selisih lebih dimulai kembali pada periode tagihan listrik bulan April, Juli, dan Oktober tahun berjalan atau bulan Januari tahun berikutnya.
3. Jangka waktu permohonan PLTS Atap dipersingkat Dia mengatakan, jangka waktu permohonan PLTS Atap akan dipersingkat, dari yang mulanya 15 hari menjadi maksimal 12 hari bagi yang melakukan perubahan pada Perjanjian Jual Beli Listrik (PJBL). Lalu, maksimal 5 hari untuk yang tanpa perubahan PJBL. "Dari 15 hari menjadi 12 hari yang ada di perubahan perjanjian jual beli, dan 5 hari konsumen biasa di rumah tangga," jelasnya.
4. Pelanggan PLTS Atap dapat melakukan perdagangan karbon Menurutnya, pada peraturan baru nantinya disebutkan bahwa pelanggan PLTS Atap dan pemegang Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik untuk Umum (IUPTLU) dapat melakukan perdagangan karbon. Menurutnya, ini menjadi satu hal pendorong bagi konsumen di industri dan komersial untuk memasang PLTS Atap.
5. Berbasis aplikasi digital Dia mengatakan, mekanisme pelayanan diwajibkan berbasis aplikasi, sehingga bisa mengecek proses berjalannya sudah sejauh mana.
6. Perluasan pelanggan Dadan mengatakan, peraturan ini tidak hanya berlaku bagi pelanggan PLN saja, namun juga bagi pelanggan di wilayah usaha non PLN juga. "Permen ini payungi wilayah usaha non PLN," ujarnya.
7. Pusat pengaduan Dia mengatakan, peraturan baru nantinya juga mengatur tentang adanya pusat pengaduan sistem PLTS Atap untuk menerima dan menindaklanjuti pengaduan atas implementasi PLTS Atap. Saat ini, menurutnya pusat pengaduan belum ada.
2. Buat Skema Pemasangan PLTS Atap
• Permohonan ditujukan kepada General Manager Unit Induk Distribusi / Wilayah PT PLN (Persero) yang di lengkapi persyaratan Administrasi dan persyaratan teknis.
• Syarat Administrasi: -Nomor ID Pelanggan -Surat Permohonan Migrasi ke Pasca (untuk Pelanggan Prabayar)
• Syarat Teknik -Besaran Daya Terpasang Sistem PLTS Atap -Spesifikasi Teknis peralatan yang akan dipasang -Diagram Satu Garis (single line diagram)
• PLN melakukan evaluasi dan verifikasi utk memberikan persetujuan paling lama 15 hari kerja sejak permohonan diterima dengan lengkap
3. Berapakah kapasitas yang sudah terpasang di Indonesia, Berapa % dibandingkan Energi yang dmiliki PLN.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif mengungkapkan, kapasitas terpasang pembangkit listrik nasional hingga bulan Juni 2020 mencapai 71 Giga Watt (GW). Angka ini naik 1,3 GW dibandingkan akhir tahun 2019 lalu sebesar 69,7 GW. Sejak tahun 2018 pengembangan pembangkit di Indonesia mulai difokuskan pada pengembangan pembangkit-pembangkit berbasis energi baru terbarukan (EBT).
Berdasarkan data yang sudah diverifikasi, hingga Juni 2020 kapasitas terpasang Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) sebesar 35.220 MW, PLT Gas/PLT Gas dan Uap/PLT Mesin Gas (20.537 MW), PLT Air/Minirohidro/Mikrohidro (6.096 MW), PLT Diesel (4.781 MW) dan PLT Panas Bumi (2.131 MW), dan PLT EBT lainnya (2.200 MW). Tercatat, pembangkit EBT menyumbang 14,69% atau 10.467 Mega Watt (MW) dari total kapasitas terpasang.
Terkait rincian kenaikan kepasitas terpasang di masing-masing wilayah terdiri atas Sumatera sebesar 14,7 GW dari sebelumnya 14,3 GW, Kalimantan dari 4,0 GW menjadi 4,4 GW, Sulawesi tetap sebesar 5,6 GW, Maluku - Papua menjadi 1,5 GW dari 1,4 GW dan Jawa-Bali-Nusa Tenggara menjadi 44,8 GW dari sebelumnya 44,4 GW.
Sementara untuk kepemilikan, dari total kapasitas terpasang yang ada PLN masih berperan besar, yakni 43.047 MW atau 60,7%, Independent Power Producer (IPP) sebesar 18.816 MW atau 26,5%, Izin Operasi sebesar 5.645 MW atau 7,7%, Public Private Utility sebesar 3.583 MW atau 5%, dan Pemerintah 55 MW atau 0,1%.
Sebagai informasi, konferensi internasional ini merupakan kali kedua diselenggarakan oleh PLN dengan mengusung tema "Making Indonesia 4.0 through Development of National Green Energy Resources". Kegiatan ini merupakan ajang untuk berdiskusi dan berinovasi serta untuk mendapatkan hasil penelitian terkini dalam bidang ketenagalistrikan di dunia. (NA)
Komentar
Posting Komentar